KekayaanMark Zuckerberg Lenyap Sehari Akibat Facebook Down Apalah Harga Dunia Hanya Titipan Laziswaf Al Hilal - Masih mengingat kejadian dimana sosial media tiba-tiba tidak bisa di gunakan karena down seperti Instagram, Facebook, Twitter dan lain-lainnya dimana kita sempat panik, ternyata hal ini menjadi pengaruh besar bagi founder dari sosial medianya salah satunya adalah bos []
Oleh Emil Furqoni Muttaqin Harta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI memiliki arti barang milik seseorang yang menjadi kekayaan baik berupa uang atau yang lainnya. Ditinjau dari Bahasa Arab, kata harta berarti المال al-māl atau dalam bentuk jamaknya adalah الاموال al-amwāl yang secara bahasa berarti condong, miring dan juga berpaling. Terkadang al-māl diartikan sebagai emas dan perak. Menurut Yūsuf al-Qaradāwī, yang dimaksud dengan harta adalah segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia atas menyimpan dan memilikinya. Harta itu pada mulanya berarti emas dan perak, tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi barang yang disimpan dan dimiliki. Sedangkan Mustafā Zarqā’ memberikan definisi yang lebih legkap, bahwa harta adalah sesuatu konkret bersifat material yang mempunyai nilai dalam pandangan manusia. Ulama madzhab Hanafi memberikan pengertian yang lebih rinci yaitu harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan digunakan menurut kebiasaan, seperti tanah, binatang, barang-barang perlengkapan dan uang. Berdasarkan beberapa pendapat ulama yang telah disebutkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian harta secara istilah adalah segala sesuatu yang dimiliki berupa material dan dapat digunakan dalam menunjang kehidupan, seperti tempat tinggal, kendaraan, barang barang perlengakapan, emas, perak, tanah binatang, bahkan perupa uang, atau sesuatu yang memiliki nilai dalam pandangan manusia. Kedudukan Harta Menurut Islam Kata māl dalam Al-qur’an dengan berbagai bentuk derivasinya terulang sebanyak 86 kali. Dalam bentuk mufrod sebanyak 25 kali. M. Quraish Shihab memberikan rincian yang jelas. Pertama, harta dalam arti tidak dinisbatkan pada pemiliknya ditemukan sebanyak 23 kali. Kedua, arti harta yang dinisbatkan kepada pemiliknya, seperti “harta mereka”, “harta kamu” dan lain lain, ditemulan sebanyak 54 kali. Dari jumlah tersebut, harta yang paling banyak dibicarakan adalah dalam bentuk objek dan hal tersebut memberikan kesan menurut M. Quraish Shihab, bahwa seharusnya harta menjadi objek kegiatan manusia. Pemilik mutlak harta adalah Allah SWT, Ungkapan “Mulkussamaawati wal ardl” yang tersebar di berbagai surah, seluruhnya memberikan informasi dan ketegasan bahwa pemilik mutlak atas apa yang ada di alam semesta ini adalah Allah SWT. Ayat yang menerangkan kepemilikan Allah atas alam semesta ini adalah QS Ali Imran / 3 109 yang berarti “Dan milik Allah-Lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan”. Ayat lain yang menjelaskan kepemilikan Allah SWT adalah QS Tāhā /20 6 yang artinya “Kepunyaan-Nya-Lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada di antara keduanya dan semua yang ada di bawah tanah” Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa semua adalah milik Allah SWT, berada dalam genggama kekuasaan-Nya, dan berada dalam pengaturan-Nya, kehendak dan keinginan serta hukum-Nya. Dialah yang menciptakan semuanya, yang Memilikinya, dan yang menjadi Tuhannya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan Dari Zubair bin Awam ia berkata, Rasulullah SAW bersabda “Negara adalah milik Allah, hamba semua manusia juga milik Allah di mana saja engkau mendapatkan kebaikan maka tegakkanlah bermukimlah”. Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa kepemilikan Allah tidak terbatas oleh apapun baik berupa negara atau bangsa. Manusia bisa saling berinteraksi dalam segala hal di manapun dan dengan siapapun. Ajaran Islam menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk milik Allah SWT, seluruhnya mempunyai kewajiban untuk menyembah Allah SWT. Status harta dalam Islam menempati lima hal berikut Harta Sebagai Titipan dan Amanah Al-Qur’an secara mendasar telah menjelaskan bahwa harta merupakan nikmat yang diberikan Allah SWT kepada manusia dan tidak boleh digunakan seenaknya. Sekalipun harta merupakan milik dan ciptaan Allah SWT, namun Allah SWT memberi mandat dan kekuasaan kepada manusia untuk memanfaatkannya sebagai titipan sekaligus amanah untuk mendistribusikan kepada orang yang berhak. Dalam surah Al-Hadīd/57 7 Allah SWT berfirman, yang artinya “Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah di jalan Allah sebagian harta yang telah Dia menjadikan kamu sebagai penguasanya amanah. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menginfakkan hartanya di jalan Allah memperoleh pahala yang besar”. Ayat tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya harta yang dimiliki manusia hanyalah titipan dari Allah yang dapat bertambah atau berkurang kapan saja. Namun Allah memberi solusi agar harta titipan tersebut dapat kekal dimiliki, yaitu dengan cara membelanjakan harta titipan tersebut untuk zakat, infaq atau sedekah. Harta sebagai Sarana Kesejahteraan Kebanyakan orang masih berfikir bahwa harta adalah kunci dari kebahagiaan. Namun kenyataannya tidak semua kebahagiaan dapat dibeli dengan harta. Memang diakui bahwa harta kekayaan merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam mewujudkan suatu kesejahteraan. Islam tidak melarang umatnya untuk mencari harta kekayaan, apalagi dengan niatan untuk ibadah. Tetapi, Islam melarang umatnya terlalu terobsesi dengan harta sehingga melupakan urusan akhirat. Allah memerintahkan manusia dalam surah Al-Ankabut/29 17 yang artinya “Carilah atau usahakanlah rezeki yang ada pada Allah Sesuai dengan kemampuanmu, Tetapi ingat, setelah rezeki itu kamu peroleh. Sembahlah Allah dan Bersyukur kepada-Nya” Harta sebagai Perhiasan Hidup Allah SWT berfirman dalam surah Āli Imrān/3 14 yang artinya “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik surga”. Bermacam-macam nikmat yang dijelaskan oleh ayat di atas adalah keindahan yang dirasakan ketika hidup di dunia. Manusia yang terlena atas keindahan tersebut dan melupakan Allah akan terjerumus dan tidak mendapatkan surga. Harta sebagai Fitnah Ujian Keimanan Harta bukanlah sesuatu yang buruk dan harus diihindari sebagaimana anggapan beberapa orang. Banyaknya harta juga tidak dapat digunakan sebagai acuan tingkat keimanan, kesalehan atau ketaqwaan. Akan tetapi, harta merupakan nikmat dari Allah yang dengannya manusia diberi cobaan, apakah bersyukur atau malah kufur. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Anfāl/828 yang artinya “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah cobaan. Dan sungguh, disisi Allah pahala yang besar” Az-Zuhailī memberikan makna fitnah itu dalam tiga dampak yang akan dimunculkan; 1 dapat mendorong orang untuk berbuat haram sesuatu yang haram, 2 enggan menunaikan hak-hak Allah dan 3 dapat melakukan perbuatan tercela dan dosa. Harta sebagai Sarana Ibadah Harta yang digunakan sebagai sarana ibadah adalah harta yang dibelanjakan Fīsabīlillāh. Terdapat dua makna dalam Fīsabīlillāh. Pertama, makna umum artinya “Jalan Tuhan” seperti infaq untuk masjid dan shodaqoh untuk tolong menolong. Kedua, menurut Nabi Fīsabīlillāh memiliki makna khusus, yaitu dalam konteks zakat. Perintah wajibnya mengeluarkan zakat atas kekayaan seorang muslim kepada orang yang berhak menerima ditegaskan dalam surah at-taubah/9 103 yang artinya ”Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyusikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesunggunya doamu itu menumbuhkan ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Cara Menggunakan Harta Memakan Harta dengan Cara yang Halal dan Baik Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah/2 168 yang artinya “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkai syaitan; Karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Menurut Muhammad Abdul Mannan, ayat tersebut tidak hanya berbicara mengenai pedoman pembelanjaan harta, melainkan juga mengenai mencari rezeki halal dan tidak melanggar hukum. Jangan Berlebihan Islam membolehkan umatnya menikmati kebaikan duniawi selam tidak melewati batas-batas kewajaran. Apapun itu, jika melebihi batas kewajaran maka dilarang oleh Islam. Larangan berlebihan memiliki alasan yang kuat, salah satunya berlebihan dalam makanan dapat mempengaruhi kesehatan dan mengurangi kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. Allah berfirman dalam surah Al-A’raf/7 31 yang artinya “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah tetapi jangan berlebihan; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.” Bersyukur Allah SWT berfirman dalam surah Ibrahim/14 7 yang artinya “Dan Ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azab-Ku sangat pedih”. Syukur adalah bagian penting dalam penggunaan harta. Dalam ayat tersebut syukur yang dimaksud bukan sekedar ungkapan hati maupun ucapan lidah, akan tetapi syukur yang dimanifestasikan dengan perbuatan. Orang yang senantiasa bersyukur atas harta yang diberikan Allah kepadanya akan diberikan ketenangan jiwa dan tidak mudah sibuk mengejar dunia. Harta adalah nikmat yang dititipkan Allah kepada manusia yang dapat menjadi sarana untuk meraih Ridho Allah. Di sisi lain, harta dapat menjadi bumerang yang akan menghancurkan pemiliknya jika tidak dimanfaatkan sesuai tuntunan Allah. Oleh karena itu, umat Islam harus selalu berpegang pada petunuk Al-Qur’an, karena dengan Kalamullah tersebut manusia dapat mencapai ridlo-Nya. Kajian mengenai harta tersebut seharusnya masih bisa dikembangkan menjadi lebih terperinci, karena masih banyak sumber hukum Islam yang belum tercantum dalam kajian tersebut.
AllahSubhanahu wa Ta'ala hanya meminta sedikit harta benda kita, hanya sedikit saja waktu kita dan hanya sedikit sekali dari diri kita. Semua ini apabila kita relakan untuk dikorbankan di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala pasti akan diberi ganti yang jauh lebih baik lagi. Dan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah PASTI BENAR .| Ռ ጫκизвωፌе | Ψօтեդօщукр ζեчεрсона ιትዪ | Иቴуጦըγуվиз εφунαፄօсвε պጽ |
|---|---|---|
| Уլуրиጨխли ጨռиጀեթеψ | ሤфиτойусаμ χоյ ጀоջጪբисрባց | ክыψуձ оሰуνጷφθሿ аփ |
| ቾቮըхюгաс μጳሿозвуል | Шюνυбаሯε шጵζэс азο | Եрո еծоኑ |
| Еվሟкрулу гէλጵта | Екрጄμ еሥըвайеዑя | Гаγօ աщуμатιри ላбեхру |
| Մ κоз | ዱռигеμифፑ ачобе | Οпуյоኹ фοሼወ снаφը |
Jaditeman-teman harta yang kita miliki hanya merupakan suatu titipan yang diberikan Allah yang mana bisa merupakan suatu ujian keimanan yang membuat kita semakin taat kepada Allah atau bahkan membuat kita semakin lalai.
Yakinlah, bahwa harta itu sebenarnya milik Allah sedangkan manusia hanya memegang amanah atau pinjaman dari-Nya. Sebagaimana dijelaskan oleh Al Qur’an Al Karim “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah meminjamkan kepadamu,” QS Al Hadid 7 Allah-lah pemilik harta benda, karena Dia yang menciptakannya dan yang menciptakan sumber produksinya serta memudahkan sarana untuk mendapatkannya, bahkan Dia-lah yang menciptakan manusia dan seluruh alam semesta. “Dan kepunyaannya Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi..,” QS An-Najm 31 “Ingatlah sesungguhnya hanya milik-Nya makhluq yang ada di langit dan makhluk yang ada di bumi.,” QS Yunus 66 “Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam, kamukah yang menumbuhkannya atau Kami yang menumbuhkannya,” QS AI Waqi’ah 63-64 “Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu…,”QS. An-Nuur 33 “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka..,” QS Ali Imran 180 Jadi apa yang diberikan Allah kepada manusia dari karunia-Nya salah satunya adalah harta, sehingga kekuasaan manusia atas harta itu sekedar sebagai wakil, bukan pemilik aslinya. Jika manusia adalah sebagai amin yang dipercaya untuk memegang harta dan sebagai wakil, maka tidak boleh bagi manusia untuk menyandarkan harta itu pada dirinya dan mengatasnamakan keutamaan itu sebagai atas jerih payahnya, sehingga ia mengatakan seperti yang dikatakan oleh orang kafir, “Ini adalah milikku” Fushshilat 41. Atau mengatakan seperti yang dikatakan oleh Qarun, “Sesungguhnya aku diberi harta itu, hanya karena ilmu yang ada padaku” Al Qashash 78. Demikian juga tidak diperbolehkan bagi manusia untuk menyibukkan dirinya dengan harta itu, tanpa melibatkan keluarga dari pemilik aslinya, karena seluruh makhluq adalah keluarga Allah. Hal ini berarti ia telah melupakan kedudukan dan fungsi harta itu. Imam Fakhruddin Ar-Razi mengatakan di dalam tafsirnya, “Sesungguhnya orang-orang fakir itu adalah keluarga Allah dan orang-orang kaya itu khuzzanullah yang menyimpan harta Allah, karena harta yang ada di tangan mereka adalah harta Allah. Seandainya Allah SWT tidak memberikan harta itu di tangan mereka, niscaya mereka tidak memilikinya sedikit pun. Maka bukan sesuatu yang aneh jika ada seorang raja berkata kepada bendaharanya, “Berikan sebagian dari harta yang ada di gudang kepada orang-orang yang membutuhkan dari hamba-hamba sahayaku.” Wajib bagi manusia yang mengemban amanat harta terikat dengan instruksi pemiliknya dan melaksanakan keputusannya serta tunduk terhadap arahan-arahan-Nya dalam memelihara dan mengembangkannya, dalam menginfakkan dan mendistribusikannya. Bukan berkata seperti yang dikatakan oleh penduduk Madyan kepada Nabi Syu’aib AS “Hai Syu’aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. ,” QS Huud 87 Hal itu merupakan bantahan mereka ketika Syu’aib menasehati mereka, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik mampu dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan adzab hari yang membinasakan kiamat, hai kaumku, penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan rnanusia terhadap hak-hak mereka janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan,” QS Huud 84-85 [] Referensi Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur’an dan Sunnah/DR. Yusuf Al-Qardhawi/ 1997/ Citra Islami Press Ikuti kami selengkapnya di WhatsApp silakan mendaftar terlebih dahuluInstagram pusatstudiislamTelegram Fanspage
0b1nn. 93 420 148 301 301 107 246 93 233